TAK KUNJUNG TERBALAS
Kisah
ini bermula ketika aku duduk di kelas satu SMA. Tepatnya satu minggu setelah
masa orientasi siswa (MOS). Saat itu, ketika aku dan teman ku sedang berbincang-bincang
di depan ruang guru, ada seorang pria menghampiri kami. Pria tersebut bertubuh
tinggi tegap, berambut hitam dan sedikit gondrong. Lalu pria tersebut menyapa
temanku dan mereka pun berbincang-bincang. Saat itu, aku hanya terdiam dan
mengamati pria tersebut. Entah mengapa, ada perasaan yg berbeda saat ku
menatapi dirinya. Hati ku meminta agar aku mencari tau tentang pria tersebut.
Setelah urusan pria tersebut dengan
teman ku seelesai, ia pun bergegas pergi meninggalkan kami. Dan akupun
melanjutkan perbincangan ku dengan teman ku. Bodohnya aku, aku lupa menanyakan
siapa pria tadi kepada teman ku. Sedikit menyesal rasanya hati ini.
Keesokan harinya ketika jam
istirahat, aku pun kembali bertemu dengan pria tersebut. Rasanya diri ini ingin
menghampirinya dan bertanya siapa namanya, kalau perlu nomer telponnya juga
boleh. Tapi ku urungkan niatitu karena
perasaan malu.
Setelah beberapa hari aku
memperhatikannya, aku pun mengetahui satu informasi yang dapat menjawab
semuanya. Ya informasi tersebut adalah bahwa pria tersebut merupakan salah satu
siswa kelas sepuluh lima. Dan kelas itu merupakan kelas sabat ku juga, yang
bernama Alya. Sedikit senang rasanya hati ku mengetahuinya. Karena aku bisa
mencari informasi tentang pria itue melalui Alya sahabat ku dari SMP.
Setibanya di rumah, aku langsung
bergegas mengeluarkan handphone dan mengirimin sms ke Alya. Tapi Alya tak
mengerti siapa pria yang ku maksud itu. Akhirnya aku mengadakan janji dengan
Alya untuk menunjukan pria tersebut esok ketika jam istirahat.
Keesokan harinya ketika jam
istirahat, Alya pun datang ke kelas ku. Dan kami bergegas menuju kelas Alya.
Aku pun hanya berdiri di depan pintu kelas Alya. Ku perhatikan sekeliling kelas
tersebut dan mencari-cari sosok pria itu. Ternyata pria tersebut sedang duduk di
tempat duduknya. Tepatnya, baris ke tiga dari pintu dan meja ke dua dari
belakang. Lalu aku pun menjelaskan kepada Alya posisi pria tersebut. Mata Alya
pun berjalan-jalan mencari pria tersebut dan pandangannya pun terhenti pada
pria yang ku maksud. Alya pun langsung tertawa dan meledeki ku. Ternyata nama
pria itu Panji. Hati ku lompat-lompat kegirangan.
Malam harinya ketika aku sedang
mengecek handphone, ternyata ada sms dari Alya. Sms tersebut berisi ‘nih nomer
telpon Panji’. Huaaaaa betapa senangnya hati ku. Aku pun bergegas sms Panji
tanpa berfikir panjang. Sms pertama ku adalah ‘hai’. Kemudian Panji membalas sms
ku ‘maaf ini siapa?’. Baru dibalas seperti itu saja aku sudah
jingkrak-jingkrakan kegirangan. Aku
membalas smsnya lagi, dan akhirnya kami pun berkenalan.
Setelah beberapa lama berkenalan
melalui sms, aku baru mengetahui ternyata Panji sudah memiliki kekasih. Dia dan
kekasihnya sudah berpacaran lama. Betapa hancurnya hati ini mengetahui hal
tersebut. Aku pun berhenti menghubungi dia. Namun hati ku tetap menginginkan
aku mencari tahu lebih dalam tentang dirinya. Ku tahan-tahan diri ku ini agar
tidak menghubunginya. Dan aku hanya bisa mencintainya diam-diam.
Sampai akhirnya, ketika kelas dua
SMA, aku bergabung dengan ekskul jurnalistik. Dan saat itu lah aku mulai bertemu kembali dengannya. Sebenarnya
ekskul kami berbeda. Dia mengikuti ekskul fotografi. Namun kedua ekskul
tersebut sering digabungkan ketika ekskul. Hati ini mulai kembali bergejolak.
Ya, hati ini mencintai sosoknya, bahkan sangat mencintainya. Namu dia sudah
memiliki kekasih.
Akhirnya, perlahan demi perlahan,
aku bisa dekat dengan dirinya, dekat karena urusan ekskul, dan dekat hanya
sebatas teman. Namun hati ini meminta lebih dari sekedar teman. Tak dapat
mengungkapkannya, aku pun hanya diam dan menunggu. Seiring berjalannya waktu
aku pun semakin dengat dengannya, tapi tetap hanya sebatas teman.
Suatu waktu, dia putus dengan
kekasihnya. Senang sekali hati ini mendengar berita tersebut. Tapi kemudian kembali
sedih, karena ku tahu dia sedang mendekati wanita lain, dan wanita tersebut
juga bersekolah di tempat kami. Aku tidak tahu harus bagaimana dan melakukan
apa. Aku takut, aku bingung, dan aku pun malu. Akhirnyan aku memutuskan untuk
kembali diam, menunggu, dan memendam rasa ini.
Tak
berapa lama berpacaran dengan pacar barunya itu, akhirnya mereka putus. Tetapi hati
ku malah bersedih. Ya jelas sedih, karena ternyata dia balikan dengan kekasih
lamanya itu. Hancur berkeping-keping rasanya hati ku ini. Seperti tidak ada
harapan untuk diri ku memiliki dirinya. Dan dari saat itu aku memutuskan untuk
tetap diam-diam mencintainya dan menunggu.
Sepintar-pintarnya
bajing melompat, pasti ia akan terjatuh. Begitu pun dengan aku.
Sepintar-pintarnya aku menutupi perasaan ini, pasti aka ketahuan juga.
Teman-teman ku mengetahui kalau aku mencintai Panji. Mulai saat itu aku sering
diledeki didepan Panji. Namun dia hanya tersenyum-senyum saja, tak menanggapi
serius. Dan aku pun juga hanya biasa saja, seolah-olah hanya gosip. Namun hati ku tak terima. Hati ku
meminta lebih. Hati ku menginginkan aku memiliki dirinya.
Dengan
berjalannya waktu, aku pun bertemanan baik dengannya. Dan belajar untuk
melupakannya. Menganggap dia hanya sekedar teman, tidak lebih. Ternyata tidak
mudah, tapi harus tetap ku coba. Berbulan-bulan, hingga bertahu-tahun, dan
sampai akhirnya kami lulus, aku belum bisa menghilangkan rasa cinta ini kepada
Panji. Dan dia pun masih menjalani hubungan dengan kekasihnya itu.
Hingga
suatu hari, ketika aku sedang berusaha keras untuk menghilangkan rasa ini, aku
tersadar bahwa cinta tak harus memiliki. Dan masa depan ku lebih berharga
dibandingkan mengejar cintanya. Aku pun memutuskan untuk tetap membiarkan rasa
cinta ini, dan biarkan waktu yang menjawab.
Kami
pun masih berteman baik hingga sekarang, walaupun dia mengetahui aku
mencintainya. Dan karena dia juga, akhirnya aku percaya dengan kata-kata “bahwa
jodoh sudah diatur oleh Tuhan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar