Rabu, 30 Oktober 2013

MEMORI

Tuhan menciptakan cinta dengan berbagai rasa. Dan Tuhan juga mengakhiri cinta dengan berbagai rasa. Aku memulainya dengan rasa bahagia. Ketika rintikan hujan itu turun, ketika matahari itu tidak terlukiskan lagi pada kanvas angkasa, aku melihatmu. Aku melihatmu dengan segelintir pilu yang terlihat dalam di bola matamu. Hatiku teriak, bibir ini memanggil-manggil namamu. Tapi kau acuhkan begitu saja, wajahmu berpaling semudah itu. Ketika rintikan hujan itu datang lagi, meskipun matahari menghilang sesaat, aku tetap bisa merasakannya. Aku merasakan bahwa kau adalah matahari di setiap rintikan hujan. Dan kau adalah titik-titik air yang turun ketika panas menyengat. Kau adalah fatamorgana. Kau terlalu jauh untuk diraih dan kau terlalu sulit untuk mendekat. Ada kalanya ketika kau melirik mata ini, dan secepat kilat kau mengalihkan pandanganmu dariku. Secepat itu juga aku mengagumimu, tanpa sebab. Aku mengagumimu tanpa tanda tanya, tanpa tanda koma, tapi diakhiri dengan titik. Aku mengagumimu secara diam-diam, seperti seseorang mengambil barang yang bukan miliknya. Aku mengagumimu seperti seseorang yang bisu dengan isak nangis dihatinya. Dan aku mengagumimu, hanya aku dan Tuhan yang tau. Karena setiap bahasa yang terucap, adalah sebuah keharusan bagiku untuk mengatakan. Tapi ketika semua itu terlancur ku ucap, semuanya juga langsung menghilang, termasuk dirimu. Aku lelah, karena ini semua tidak terbalas. Aku lelah, karena yang terucap sia-sia. Dan aku lelah, karena semua ini berakhir tidak jelas. Semusim, kini sudah terlewat, harusnya kau juga sudah terlewat. Tapi tidak, aku tetap mengagumimu, dan sekarang aku malah merindukanmu. Seperti seorang yang terbuai dalam mimpi-mimpi indahya, aku menyebutmu.....memori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar