Tuhan
menciptakan cinta dengan berbagai rasa. Dan Tuhan juga mengakhiri cinta
dengan berbagai rasa. Aku memulainya dengan rasa bahagia. Ketika
rintikan hujan itu turun, ketika matahari itu tidak terlukiskan lagi
pada kanvas angkasa, aku melihatmu. Aku melihatmu dengan segelintir pilu
yang terlihat dalam di bola matamu. Hatiku teriak, bibir ini
memanggil-manggil namamu. Tapi kau acuhkan begitu saja, wajahmu
berpaling semudah itu. Ketika rintikan hujan itu datang lagi, meskipun
matahari menghilang sesaat, aku tetap bisa merasakannya. Aku merasakan
bahwa kau adalah matahari di setiap rintikan hujan. Dan kau adalah
titik-titik air yang turun ketika panas menyengat. Kau adalah
fatamorgana. Kau terlalu jauh untuk diraih dan kau terlalu sulit untuk
mendekat. Ada kalanya ketika kau melirik mata ini, dan secepat kilat kau
mengalihkan pandanganmu dariku. Secepat itu juga aku mengagumimu, tanpa
sebab. Aku mengagumimu tanpa tanda tanya, tanpa tanda koma, tapi
diakhiri dengan titik. Aku mengagumimu secara diam-diam, seperti
seseorang mengambil barang yang bukan miliknya. Aku mengagumimu seperti
seseorang yang bisu dengan isak nangis dihatinya. Dan aku mengagumimu,
hanya aku dan Tuhan yang tau. Karena setiap bahasa yang terucap, adalah
sebuah keharusan bagiku untuk mengatakan. Tapi ketika semua itu
terlancur ku ucap, semuanya juga langsung menghilang, termasuk dirimu.
Aku lelah, karena ini semua tidak terbalas. Aku lelah, karena yang
terucap sia-sia. Dan aku lelah, karena semua ini berakhir tidak jelas.
Semusim, kini sudah terlewat, harusnya kau juga sudah terlewat. Tapi
tidak, aku tetap mengagumimu, dan sekarang aku malah merindukanmu.
Seperti seorang yang terbuai dalam mimpi-mimpi indahya, aku
menyebutmu.....memori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar